METODE PENUGASAN
( Manajemen Operasional )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kemampuan
kerja saja belumlah menggerakan karyawan untuk bekerja. Sikapnya yang
positif terhadap wewenang pihak atasan, terhadap kerja yang bersangkutan dan
bekerjasama dalam kelompok, disamping motivasi dalam dirinya sendiri,
Kedewasaan untuk memilih alternative dan pengaruh baik dari situasi dan
lingkungan, membuat karyawan itu bekerja. Bekerja saja belumlah berprestasi.
Prestasi
karyawan bukanlah semata-mata hasil karyanya sendiri. Sebelum memberi
tugas, pihak atasan (Eksekutif dan Supervisor) harus mempertimbangkan
tingkat kebijakan karyawan terhadap tingkat kerumitan tugas dan situasi.
Disamping itu, harus ia perhitungkan juga sampai dimana harus ia lakukan
bimbingan dan pengawasan, mengingat keseimbangan antara tingakat kebijakan
karyawan itu dan tingkat kerumitan tugas yang harus diselesaikan dalam situasi
yang bersangkutan. Pihak atasan juga harus usahakan pertumbuhan karyawan untuk
tugas yang lebih berat dan tanggungjawab yang lebih luas.
Karyawan
menyediakan tenaga kerja tetapi prestasinya banyak tergantung dari cara pihak
atasan menggunakan tenaga kerja itu, dengan memberi tugas dan pendekatan yang
tepat (menggunakan komunikasi penugasan yang tepat). Apabila tidak demikian,
pihak atasan tidak menggunakan tenaga kerja itu secara optimum, hal mana
merupakan pemborosan di satu pihak dan pengigkaran pengembangan dan pertumbuhan
karyawan di lain pihak. Hal ini seringkali diabaikan oleh pihak atasan dalam
menilai prestasi karyawan. Cara menilai prestasi inipun haruslah mendorong
karyawan untuk berprestasi lebih. Apabila karyawan selalu bekerja di bawah
standar, sebabnya haruslah pertama dicari dibidang kegiatan pihak atasan,
kemudian di carai pada situasi lingkungan, pada cara kerja yang dituruti, dan
akhirnya baru di cari pada karyawan.
Apabila
karyawan melanggar pedoman instruksi, pelanggaran ini hendaklah dilihat sebagai
persoalan bersama bagi kedua pihak, atasan dan bawahan. Tindakan koreksi
terutama ditunjukan kepada pencegahan diulanginya pelanggaran itu dan kepada
pengarahan kembali karyawan.
Pembahasan
dalam makalah ini bukanlah dimaksudkan untuk memanjakan karyawan. Tetapi untuk
menunjukan kewajiban pihak atasan, eksekutif, dan supervisor. Bahwa tidaklah
cukup dengan memberikan kesempatan kerja saja, tetapi haruslah juga membimbing
karyawan dengan pendekatan penugasan yang menggunakan seoptimum mungkin
kemampuan dan semua daya yang ada pada karyawan itu. Disamping itu,
eksekutif/supervisor harus mendorong pertumbuhan karyawan. Apabila
eksekutif/supervisor tidak dapat menerapkan pendekatan penugasan, ia tidak
dapat memimpin.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian dan tujuan persoalan penugasan ?
2.
Bagaimana
model matematika untuk persoalan penugasan ?
3.
Sebutkan
masalah penugasan ?
4.
Sebutkan
langkah-langkah masalah penugasan ?
1.3 Tujuan
Penulisan
1.
Agar dapat
mengetahui pengertian dan tujuan persoalan penugsan.
2.
Dapat
memahami model matematika untuk persoalan penugasan.
3.
Mengetahui
masalah penugasan yang biasa terjadi pada perusahaan.
4.
Memahami
langkah-langkah masalah penugasan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Persoalan Penugasan
Manajemen
produksi sering menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan alokasi
optimal dari berbagai sumber daya yang produktif, terutama tenaga kerja atau
personalia, yang mempunyai tingkat efisiensi berbeda-beda untuk pekerjaan yang
berbeda pula. Masalah ini disebut Masalah Penugasan(Assigment
Problem), yang merupakan suatu kasus khusus dari masalah linear programming pada
umumnya.
Assignment
problem adalah
suatu masalah mengenai pengaturan pada individu (objek) untuk melaksanakan
tugas (kegiatan), sehingga dengan demikian biaya yang dikeluarkan untuk
pelaksanaan penugasan tersebut dapat diminimalkan. Salah satu dalam menyelesaikan
persoalan ini adalah dengan menggunakan algoritma Hungarian. Algoritma
Hungarian adalah salah satu algoritma yang digunakan untuk menyelesaikan
persoalan masalah assignment. Versi awalnya, yang dikenal dengan
metode Hungarian, ditemukan dan dipublikasikan oleh Harold Kuhn pada tahun
1955. Algoritma ini kemudian diperbaiki oleh James Munkres pada tahun 1957.
Oleh karena itu, algoritma ini kemudian dikenal juga dengan nama algoritma
Kuhn-Munkres. Algoritma yang dikembangkan oleh Kuhn ini didasarkan pada hasil
kerja dua orang matematikawan asal Hungaria lainnya, yaitu Denes Konig dan Jeno
Egervary. Keberhasilan Kuhn menggabungkan dua buah penemuan matematis dari Jeno
Egervary menjadi satu bagian merupakan hal utama yang menginspirasikan lahirnya
Algoritma Hungarian. Dengan menggunakan algoritma ini, solusi optimum sudah
pasti akan ditemukan. Namun untuk hal ini kasusnya dibatasi, yaitu bila ingin
menemukan solusi terbaik dengan nilai minimum (least cost search).
Masalah
penugasan adalah sejumlah tugas kepada sejumlah penerima tugas dalam basis
satu-satu, artinya seorang pekerja harus menjalankan satu pekerjaaan. Tujuan
untuk memecahkan persoalan, penempatan sumber- sumber yang ada pada
kegiatan-kegiatan yang dituju, sehingga kerugiannya agak minimal dan
keuntungannya maksimal.
Persoalan
penugasan (Assigment problem) merupakan salah satu persoalan
transportasi dan dapat dinyatakan sebagai berikut : “ Dengan
tersedianya fasilitas untuk melaksanakan jenis pekerjaan (jobs) dimana
masing-masing fasilitas (mesin, orang, dan tenaga), persoalannya ialah
bagaiamana menentukan jenis pekerjaan yang mana, agar jumlah
pengorbanan (uang, waktu dan tenaga) minimum ”. Persoalan
penugasan luas penggunaannya dalam bidang manajemen khususnya
keputusan untuk menentukan jenis pekerjaan apa yang harus di kerjakan.
Salah satu
teknik pemecahan masalah-masalah penugasan yang tersedia adalah metoda Hungarian,
yang mula-mula di kembangkan oleh seorang ahli matematika berkebangsaan
Huangaria bernama D. Konig dalam tahun 1916.
Model-model
penugasan bertujuan untuk mengalokasikan “sumber daya” untuk
sejumlah sama “pekerjaan” pada biaya total minimum.Penugasan di buat
atas dasar bahwa setiap sumber daya harus di tugaskan hanya untuk satu
pekerjaan. Untuk suatu masalah penugasan n x n, jumlah penugasan yang mungkin
di lakukan sama dengan n ! (n factorial) karena perpasangan satu-satu.
2.2 Masalah Penugasan
Adapun 2 masalah penugasan
yang biasa terjadi, yaitu :
1.
Biaya
Minimum
a)
Jika jumlah
kolom = Jumlah baris
b)
Jika jumlah kolom
≠ Jumlah Baris
Jumlah kolom
> Jumlah Baris, maka disebut Dummy Row
Jumlah Kolom
< Jumlah Baris, maka disebut Dummy Coloumn
Langkah-Langkahya
adalah :
a.
Tuliskan
yang ada kedalam matriks
Contoh :
Bagian produksi perusahaan mempunyai 3 (tiga) jenis pekerjaan yang berbeda
untuk diselesaikan oleh 3 (tiga) karyawan. Ketiga karyawan tersebut mempunyai
tingkat keterampilan, pengalaman kerja, latar belakang pendidikan dan latihan
yang bebeda pula. Karena sifat pekerjaan dan kemampuan karyawan yang berbeda,
maka biaya penyelesaian pekrjaan berbeda-beda.
Tabel 1.1 Matriks Biaya (dalam ribuan Rupiah)
KARYAWAN
|
PEKERJAAN
|
||
D1
|
D2
|
D3
|
|
A1
|
20
|
27
|
30
|
A2
|
10
|
18
|
16
|
A3
|
14
|
16
|
12
|
b.
Merubah
matriks biaya menjadi matriks kesempatan (peluang) dengan cara, yaitu :
Dimulai dengan merubah matriks biaya menjadi matriks Opportunity Cost,
yaitu dengan memilih elemen terkecil pada setiap baris dari matriks biaya
mula-mula untuk mengurangi seluruh elemen (bilangan) pada setiap baris. Sebagai
contoh :
Elemen terkecil baris A1 adalah 20, yang berarti bahwa karyawan A1 adalah
paling efisien dengan melakukan pekerjaan D1 adalah nol (20 - 20 = 0). Di lain
pihak, bila kita akan memadukan A1 dan D2, akan menyangkut Opportunity cost
sebesar Rp 7.000,- (yaitu 27 – 20 = 7 ). Begitu juga, oppurtinity cost
penugasan A1 untuk pekerjaan D3 sebesar Rp 10.000,- (yaitu 30 – 20 = 10).
Dengan cara yang sama, kita dapat menentukan opportunity cost untuk baris
A2 dan A3, sehingga paling sedikit akan diperoleh satu bilangan yang bernilai
nol pada setiap baris. Matriks dengan bilangan-bilangan telah dikurangi
bilangan terkecil pada setiap baris, di sebut reduce cost matriks
Tabel 1.2 Reduced cost matriks
KARYAWAN
|
PEKERJAAN
|
||
D1
|
D2
|
D3
|
|
A1
|
0
|
7
|
10
|
A2
|
0
|
8
|
6
|
A3
|
2
|
4
|
0
|
Langkah selanjutnya adalah memilih bilangan terkecil bilangan terkecil pada
setiap kolom dalam reduced cost matriks untuk mengurangi seluruh bilangan dalam
kolom-kolom tersebut, sehingga di peroleh total opportunity cost matriks.
Dalam contoh, pengurangan kolom hanya di lakukan pada kolom D2 karena
semua kolom lainnya telah mempunyai bilangan bernilai nol. Bila pengulangan
baris telah menghasilkan paling sedikit satu nilai nol pada setiap kolom,
pengurangan kolom tidak perlu di lakukan. Menunjukan bahwa pada setiap
baris dan setiap kolom terdapat paling sedikit satu bilangan nol.
Tabel 1.3 Total opportunity cost matriks
KARYAWAN
|
PEKERJAAN
|
||
D1
|
D2
|
D3
|
|
A1
|
0
|
3
|
10
|
A2
|
0
|
4
|
6
|
A3
|
2
|
0
|
0
|
c.
Tes
Optimalisasi
Skedul penugasan optimal hanya dapat tercapai bila ada 3 (tiga)
“independent zeros” dalam matriks, artinya tidak ada dua bilangan nol yang
berbeda dalam baris atau kolom yang sama tanpa memperhatikan jumlah nol dalam
total opportunity cost matriks. Dengan kata lain, setiap karyawan harus di
tugaskan hanya untuk satu pekerjaan total opportunity cost nol, atau setiap
pekerjaan harus diselesaikan hanya oleh satu karyawan. Pedoman praktis untuk
melakukan tes optimalisasi adalah denagn menarik sejumlah minimum garis
horizontal ?vertikal untuk meliput seluruh bilangan bernilai nol dalam total
opportunity cost matriks. Bila jumlah garis sama dengan jumlah baris atau
kolom, penugasan optimal telah tercapai. Bila tidak sama maka matriks harus di
revisi.
Aplikasi tes ini pada tabel total opportunity cost matrix menunujukan bahwa
penugasan optimal belum tercapai pada tahap ini. Untuk meliput seluruh bilangan
nol dalam total opportunity cost matrix hanya memerlukan duagaris (baris A3 dan
kolom D1)
· Tabel 1.4
Test for Optimality
KARYAWAN
|
PEKERJAAN
|
||
D1
|
D2
|
D3
|
|
A1
|
0
|
3
|
10
|
A2
|
0
|
4
|
6
|
A3
|
2
|
0
|
0
|
Sedangkan jumlah baris atau kolom adalah 3. Bila kita mempunyai satu nol
tambahan, misal dalam sel A2 D2, kita dapat mencapai penugasan optimal (dengan
total opportunity cost nol) pada tahap ini, karena diperlukan tiga garis untuk
meliput seluruh bilangan nol yang ada.
Sekali lagi, karena hanya ada dua garis yang meliputi seluruh bilangan nol
dibandingkan tiga baris atau kolom, maka langkah berikutnya perlu dilakukan
untuk merevisi matriks.
d.
Apabila
belum optimal, maka memilih elemen yang nilainya terkecil dari matrik
pengurangan tadi yang tidak di lalui oleh garis vertical maupun horizontal
(Merevisi total opportunity cost matrix)
Dapat dilakukan dengan prosedur yang terdiri dari :
1.
Memilih
bilangan terkecil yang tidak terliput garis-garis (yaitu, opportunity cost
terendah, atau dalam contoh =3) untuk mengurangi seluruh bilangan yang tidak
terliput.
2.
Menambahkan
dengan jumlah yang sama (nilai bilangan terkecil) hanya pada bilangan-bilangan
dalam dua garis peliput yang saling bersilangan ( dalam contoh bilangan 2
ditambah 3, atau sama dengan 5). Masukkan nilai-nilai revisi ini ke dalam
matriks, sehingga kita mendapatkan total opportunity cost matriks yang telah
direvisi
· Tabel 1.5
Revised total opportunity cost Matriks
KARYAWAN
|
PEKERJAAN
|
||
D1
|
D2
|
D3
|
|
A1
|
0
|
0
|
7
|
A2
|
0
|
1
|
3
|
A3
|
5
|
0
|
0
|
Kemudian kita ulaingi lagi langkah kedua untuk melakukan tes optimalisasi
· Tabel 1.6
Test Optimality
KARYAWAN
|
PEKERJAAN
|
||
D1
|
D2
|
D3
|
|
A1
|
0
|
0
|
7
|
A2
|
0
|
1
|
3
|
A3
|
5
|
0
|
0
|
Aplikasi tes langkah kedua pada revised total opportunity cost matriks
menunjukan bahwa jumlah garis minimum yang di perlukan untuk meliput seluruh
bilangan nol adalah 3. Karena jumlah baris atau kolom matriks ini juga 3,
penugasan optimal dapat dibuat.
Matriks penugasan optimal, seperti di tunjukan pada Tabel Test Optimality,
telah tercapai, maka kita dapat membuat penugasan optimal kepada masing-masing
karyawan. Karena sel A3 D3 merupakan satu-satunya sel yang mempunyai bilangna
nol dalam kolom D3, kita melakukan penugasan pertama kepada karyawan A3 untuk
pekerjaan D3, dan kita hilangkan baris A3 dan kolom D3 dalam penugasan
selanjutnya. Dari sel-sel tersisa dalam matriks, kita mengetahui bahwa sel A1
D2 merupakan satu-satunya sel yang mempunyai bilangan nol dalam kolom D2. Oleh
karena itu, kita melakukan penugasan kedua kepada karyawan A1 untuk pekerjaan
D2, dan hilangkan bris A1 dan kolom D2. Peugasan ketiga diberikan kepada A2
untuk pekerjaan D1, karena sel A2 D1 merupakan satu-satunya yang masih mempunyai
bilangan nol di antara sel-sel tersisa dalam matriks. Jadi, kita mempunyai
skedul penugasan optimal dan biaya minimum sebagai berikut :
Tabel 1.7 Skedul
Penugasan Biaya Minimum
Penugasan Biaya
|
Skedul
|
A1 – D2
|
Rp 27.000
|
A2 – D1
|
Rp 10.000
|
A3 – D3
|
Rp 12.000
|
|
Rp 49.000
|
2.
Biaya
Maksimum
a. Jika jumlah Kolom = Jumlah Baris
b. Jika jumlah Kolom ≠ Jumlah Baris
· Jumlah Kolom >
Jumlah Baris, maka disebut Dummy Row
· Jumlah Kolom <
Jumlah Baris, maka disebut Dummy Coloumn
Pemecahan
masalah maksimasi dalam penugasan optimal tenaga kerja juga dapat dilakukan
dengan metoda Hungarian. Perbedaannya dengan masalah minimisasi adalah bahwa
bilangan-bilangan dalam matriks tidak menunjukan tingkat biaya, tetapi
menunjukan tingkat laba (indeks produktivitas). Efektivitas pelaksanaan kerja
oleh karyawan-karyawan individual diukur dengan jumlah kontribusi laba.
Maka,
langkah-langkahnya adalah :
v Tuliskan persoalan yang ada dalam matriks
Contoh :
Masalah penugasan suatu perusahaan yang akan menugasakan 4 (Empat) karyawan
yang berbeda kemampuannya untuk 4 (Emapat) pekerjaan yang berbeda pula. Data
terperinci tentang kontribusi laba masing-masing karyawan dapat dilihat pada
table di bawah ini :
· Tabel
2.1 Matriks Kontribusi laba (dalam
ribuan rupiah)
KARYAWAN
|
PEKERJAAN
|
|||
D1
|
D2
|
D3
|
D4
|
|
A1
|
Rp 12,-
|
Rp 14,-
|
Rp 12,-
|
Rp 10,-
|
A2
|
16,-
|
12,-
|
11,-
|
17,-
|
A3
|
11,-
|
10,-
|
9,-
|
10,-
|
A4
|
15,-
|
17,-
|
10,-
|
18,-
|
Prosedure
pemecahan masalah maksimisasi dimulai dengan merubah matriks kontribusi laba
menjadi matriks opportunity loss. Dalam masalah ini, A1 memberikan kontribusi
laba tertinggi (=Rp 14.000,-) bila ditugaskan pada pekerjaan D2. Oleh karena
itu, bila A1 dialokasikan kepekerjaan D1 (dengan kontribusi laba sebesar Rp
12.000,-) ada opportunity loss sebesar Rp 2.000,- dan seterusnya. Seluruh
bilangan dalam setiap baris dikurangi dengan bilangan bernilai maksimum dalam
baris yang sama. Langkah ini menghasilkan matriks opportunity loss
· Tabel
2.2 Matriks Opportunity Loss
KARYAWAN
|
PEKERJAAN
|
|||
D1
|
D2
|
D3
|
D4
|
|
A1
|
2
|
0
|
2
|
4
|
A2
|
1
|
5
|
6
|
0
|
A3
|
0
|
1
|
2
|
1
|
A4
|
3
|
1
|
8
|
0
|
Bilangan-bialangan
dalam matriks ini sebenarnya bernilai negative dihilangkan. Seperti sebelumnya,
setiapa baris akan berisi paling sedikit satu bilangan nol.
v Meminimumkan opportunity loss untuk memaksimumkan laba total
Langkah ini
dilakukan melalui pengurangan seluruh bilangan dalam setiap kolom dengan
bilangan terkecil dari kolom tersebut. Dalam contoh, langkah pengurangan kolom
hanya dilakukan pada kolom D3, karena kolom-kolom lainnya telah ada paling
sedikit satu bilangan nol.
· Tabel
2.3 Matriks Total Opportunity Loss
KARYAWAN
|
PEKERJAAN
|
|||
|
D1
|
D2
|
D3
|
D4
|
A1
|
2
|
0
|
0
|
4
|
A2
|
1
|
5
|
4
|
0
|
A3
|
0
|
1
|
0
|
1
|
A4
|
3
|
1
|
6
|
0
|
v Tes optimalisasi untuk matriks total opportunity loss
Dengan cara
yang sama pada seperti masalah minimisasi. Tes menunujukan bahwa seluruh
bilangan noldapat di iput hanya
dengan tiga garis, sedangkan jumlah baris atau kolom adalah empat. Ini berarti
matriks harus direvisi dengan cara seperti yang telah dibahas dimuka.
· Tabel
2.4 Resived Total Opportunity Matrix
dan Test for Optimality
KARYAWAN
|
PEKERJAAN
|
|||
|
D1
|
D2
|
D3
|
D4
|
A1
|
2
|
0
|
0
|
5
|
A2
|
0
|
4
|
3
|
0
|
A3
|
0
|
1
|
0
|
2
|
A4
|
2
|
0
|
5
|
0
|
Pada table
tersebut menunjukan matriks baru yang memungkinkan penugasan optimal dapat dibuat.
Adapun skedul penugasan optimal dan kontribusi laba total untuk dua alternative
penyelesaiannya adalah :
·
Tabel 2.5 Skedul Penugasan Biaya
Maksimum
Skedul
|
Kontribusi
|
Skedul
|
Kontribusi
|
Penugasan
1
|
Laba
|
Penugasan
2
|
Laba
|
A1 - D2
|
Rp 14.000,-
|
A1 - D3
|
Rp
12.000,-
|
A3 - D3
|
9.000,-
|
A2 - D4
|
17.000,-
|
A2 - D1
|
16.000,-
|
A3 -D1
|
11.000,-
|
A4 - D4
|
18.000,-
|
A4 - D2
|
17.000,-
|
Rp
57.000,-
|
Rp
57.000,-
|
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1) Dalam menentukan table biaya kesempatan (Opportunity cost Table) caranya
sebagai berikut :
a)
Pada setiap
kolom, pilih nilai terkecil. Semua nilai pada kolom yang bersangkutan kurangi
dengan nilai tersebut.
b)
Berdasarkan
hasil dari a) pada setiap baris, pilih nilai terkecil semua nilai pada baris
yang bersangkutan kurangi dengan nilai tersebut. Diperoleh table jumlah biaya
kesempatan (Opportunity cost Table)
2) Cara pemecahan optimal dapat dibuat dengan prosedurnya ialah dengan jalan
menarik garis lurus (Vertikal/Horizontal) melalui table jumlah biaya
kesempatan sedemikian rupa sehingga jumlah garis yang ditarik yang diperlukan
untuk mencakup semua cell dengan nilai nol, minimum. Suatu pemecahan optimal
dapat dibuat apabila banyaknya garis sama dengan baris/kolom. Apabila ternyata
banyaknya garis yang ditarik lebih kecil dari banyaknya baris/kolom, pemecahan optimal belum dipeoleh. Ini merupakan suatu pengujian
optimalitas (Optimality Test). Perlu dilakukan perbaikan atau revisi.
3) Perbaikan (revisi) table jumlah biaya kesempatan. Cranya senagai berikut :
a)
Perhatikan
baris/kolom yang belum dilalui garis lurus. Pilh nilai terkecil dari table yang
memuat baris/kolom yang belum dilalui garis lurus. Kurangi semua nialai pada
table dengan nilai tersebut.
b)
Tambahkan
nilai terkecil tersebut pada nilai yang terletak pada perpotongan antara dua
garis lurus.
Kembali ke langkah 2 sampai tercapai pemecahan optimal, yaitu setiap mesin
sudah menerima satu tugas (job) untuk diproses, sehingga jumlah biaya penugasan
minimum.
3.2
Saran
Metode
penugasan untuk tidak hanya diterapkan pada penentuan sejenis pekerjaan kepada
mesin tertentu, akan tetapi juga pada penugasan personal untuk melaksanakan
tugas (pekerjaan tertentu, seperti : penugasan “salesmen” di daerah penjualan
dan lain sebagainya, khususnya dalam personal allocation and scheduling).
DAFTAR PUSTAKA
Supranto, Johannes.
1988. Riset Operasi Untuk Pengambilan Keputusan, UniversitasIndonesia
(UI-Press), Jakarta.
Gondokusuma, A. A.
1980. Komunikasi Penugasan, Penerbit PT Gunung
Agung, Jakarta.
Hani Handoko, T.
2008. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi
I, Penerbit BPFE Yogyakarta, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar